Tingkat Keyakinan dalam menuju Allah
- Detail
- Ditulis oleh Pujangga Tanpa Sangka
Tingkat keyakinan manusia dalam menuju Allah sangat dipengaruhi oleh realitas kehidupan keberagamaan dia sehari-hari. Secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu golongan kelas awam, kelas menengah dan kelas elite. Masing-masing golongan memiliki tingkat keyakinan pada Allah berbeda-beda sesuai dengan apa yang ia yakini untuk dijadikan standar atau persepsi tentang Allah yang ia ketahui. Untuk lebih jelas dapat dipahami lewat keterangan di bawah ini.
I. Tingkat Keyakinan Golongan Awam
Golongan awam dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu Muttabi' (golongan awam terbawah), Ahli Bathin (golongan awam kelas menengah), Kyai/Ustadz (golongan awam kelas atas).
A. Muttabi'(Golongan Awam Terbawah)
Muttabi' adalah pengikut yang hanya bersikap taklid tanpa berpikir. Apa yang dikatakan oleh pembimbing agamanya diterima mentah, apa adanya. Dalam realitas kehidupan beragama, golongan muttabi' adalah golongan terbanyak. Hampir semua pondok pesantren, majelis zikir atau pengajian didominasi mayoritas oleh golongan ini. Golongan muttabi' belajar pemahaman tentang Allah dapat belajar kepada siapa saja, tergantung kecenderungannya masing-masing. Dapat belajar dengan ustadz, kyai pondok pesantren, waliyullah atau ulama. Bila ia belajar dengan sesama golongan awam sebatas pada ustadz atau guru ngaji target maksimum hanya dapat menjadi muttabi' dengan kadar tingkat pemahaman ia tentang Allah hanya sekedar masalah dzohir saja. Tapi bila ia belajar atau menuntut ilmu dengan seorang waliyullah yang memiliki karamah atau ulama yang mumpuni, maka target maksimum ia dapat menjadi kyai (status guru agama yang diakui dan diangkat oleh masyarakat). Lantas bagaimana gambaran tingkat keyakinan bagi golongan muttabi' (golongan awam kelas bawah) ini? Secara sederhana dapat digambarkan sebagi berikut:
(1) Tahap Ilmu Yakin Golongan Muttabi'
Tahap ilmu yakin golongan muttabi' hanya terbatas pada apa yang ia lihat dan rasakan terhadap lingkungan sekitarnya, itu saja tidak lebih. Diajarkan sholat, maka ia sholat. Diajarkan dan disuruh puasa ikut puasa. Pemahaman terhadap ilmu diumpamakan hanya sebatas tanah, air, api atau angin. Sesuatu ilmu yang ia yakini dianalogikan dengan apa yang dilihat dan dirasakan pada dirinya. Contoh: tanah hanya dipahami sebatas tempat tinggal, tempat bercocok tanam. Air dipahami hanya sebatas untuk minum, mencuci dan menyirami tanaman, tanpa air orang akan haus atau mati. Api dipahami sebagai sesuatu alat untuk membakar, memasak dan sebagainya, tanpa api orang tidak bisa hidup. Udara dipahami sebatas untuk bernafas, tanpa udara orang akan mati.
(2) Tahap Ainul Yakin Golongan Muttabi'
Tahap ainul yakin bagi golongan muttabi', adalah meyakini dan memahami sesuatu yang ada di luar alam sekelilingnya. Obyek jangkauan penglihatan tidak hanya sesuatu yang ada di bumi tetapi juga di langit, seperti matahari, bulan atau bintang. Bila melihat langit, meskipun tidak bisa diraba tapi ia yakin bahwa apa yang dilihatnya itu “mesti adanya”. Bila melihat matahari, meskipun sulit untuk didekati, tapi meyakini adanya, dan dapat membuat terjadinya siang dan malam. Bila melihat bulan, meskipun nan jauh di sana, yakin bahwa bulan itu ada, dimana setiap pergantian hari, maka terjadi pula pergantian pancaran sinar bulan, dan seterusnya. Bila melihat bintang bertaburan meskipun kecil, tapi yakin itu pasti ada.
(3) Tahap Haqqul Yakin Golongan Muttabi'
Tahap haqqul yakin golongan muttabi', adalah meyakini apa yang ada disekitar dirinya (tanah, air, api dan angin) ataupun diluar dirinya (langit, matahari, bulan dan bintang) dapat dibuktikan dan dirasakan secara langsung bagi dirinya. Contoh: walaupun tidur diatas tanah dalam keadaan sakit, tetapi dengan dibacakan zikir dan doa ternyata tetap sehat tanpa masuk angin. Air yang dibacakan Al-Qur'an, doa atau zikir oleh gurunya diminumkan dapat menyembuhkan penyakit, sehingga kemudian ia yakin bahwa Al-Qur'an, zikir dan doa tadi sebagai penyembuh penyakit. Api meskipun panas, tapi dengan berkat gurunya akan terasa dingin angin. Menatap matahari dengan membaca doa tidak menimbulkan kebutaan, dan masih banyak contoh-contoh lain. Tingkat haqqul yakin golongan muttabi' bersifat pasif. Maksudnya, hasil pembuktian yang dilakukan bersandar pada doa dan berkah gurunya. Bukan pembuktian sendiri. Tapi mereka yakin terhadap “kebenaran dan kebesaran Allah” lewat gurunya itu.
B. Ahli Bathin (Golongan Awam Menengah)
Ahli bathin tidak identik dengan ahli spiritual (ahli ketuhanan). Ciri khas ahli bathin adalah hanya semata-mata paham diseputar masalah bathin sebatas yang dapat ia pahami. Tanpa mengerti makna dan hakekat dari bathin itu sendiri. Ruang gerak terbatas pada masalah bathin melulu. Akal kurang difungsikan. Yang lebih ditonjolkan dan disenangi adalah sekitar persoalan bisikan bathin (wangsit) atau ilham. Untuk memulai suatu pekerjaan menunggu ilham atau wagsit tadi. Meskipun pertimbangan akal baik, tetapi untuk melakukan sesuatu masih tetap menunggu dan tergantung pada ilham.
Proses perjalanan bathin tergantung kepada bimbingan (guru) dimana ia belajar. Jika ia belajar kepada seorang yang hanya tahu masalah bathin, maka hasil maksimum yang dicapai tetap hanya bathin, sehingga mudah terpeleset tentang bathin itu sendiri, bisa sesat dan mengarah pada penyelewengan tauhid. Tapi bila ia belajar dengan seorang kyai atau ustadz, maka wawasan bathinnya akan bernuansa ganda, tidak hanya bathin tapi juga dhohir. Tidak hanya mengerti alam abstrak (gaib), tapi juga mengerti syariat. Dan bila belajar dengan ulama atau wali (kekasih Allah), maka ia akan mendapatkan makna bathin itu sendiri (masuk ke alam ketuhanan) sesuai dengan garis-garis agama. Kadar tingkat keyakinan golongan ahli bathin ini dapat diberikan gambaran sebagai berikut:
(1) Tahap Ilmu Yakin Ahli Bathin
Tahap ilmu yakin golongan ahli bathin adalah mempunyai pemahaman hanya terbatas pada apa yang ada di sekelilingnya dan juga termasuk di luar sekitar dirinya. Contoh-contohnya: mengetahui doa atau ayat Al-Qu'ran untuk menjadikan air sebagai penyembuh penyakit. Mengetahui doa dan ayat Al-Qur'an untuk menolak sihir atau mengusir syetan, dan sebagainya.
(2) Tahap Ainul Yakin Ahli Bathin
Tahap ainul yakin adalah suatu tahap dimana ilmu yang dipelajari, dipraktekkan yang kemudian membuahkan hasil nyata. Tahap ainul yakin ini bagi para ahli bathin dianalogikan dengan “kesaktian”. Seperti, minum air yang telah didoakan membuat penyakit langsung sembuh. Al-Qur'an ditulis untuk menjadi penglaris, dan sebagainya.
(3) Tahap Haqqul Yakin Ahli Bathin
Tahap ini adalah tahap dimana perpaduan antara ilmu yakin dan ainul yakin dengan pembuktian yang bukan lagi karena semedi, doa, wirid atau ayat-ayat Al-Qur'an yang dituliskan dan dibacakan, tetapi karena ada suatu keberkatan yang membikin terkabulnya semua itu. Selama para ahli bathin masih berpegang pada ilmu yang di milikinya, maka ia tidak akan memahami kebenaran dari apa yang ia lakukan. Mencapai tahap haqqul yakin bagi ahli bathin jauh lebih sulit disbanding dengan golongan muttabi'. Sebab apa yang ia lakukan kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang tidak. Di saat berhasil, maka jenjang untuk memasuki tahap haqqul yakin terbuka lebar, tapi di saat tidak berhasil merasa kecewa dan tidak jarang mengkambinghitamkan doa, sehingga menggunakan jalur di luar agama. Oleh karena itu profesi ahli bathin, jika tidak dibimbing secara intensif, maka akan meruntuhkan iman dan mengarah kepada syirik. Ciri khas ahli bathin mencapai tahap haqqul yakin bila ia telah mendapat keberkatan dan ketenangan dari apa yang ia ketahui dan praktekkan, tanpa ada sesuatu tendensi dan berbuat hanya semata-mata ingin membantu dan menyenangi orang lain.
C. Kyai (Golongan Awam Kelas Atas)
Kyai adalah golongan tertinggi pada kelas awam. Kelebihannya karena ia mempunyai sedikit kemampuan membimbing umat dalam hal syariat (dhohir) dan bathin. Pengetahuan seorang kyai hanya bernuansa tunggal, yaitu menuruti dan melakukan sesuai dengan apa yang ia peroleh dari guru sebelumnya. Ia tidak berani untuk menyimpang dari petuah dan pesan gurunya, meskipun ia lebih pandai dari gurunya dalam hal pengetahuan keislaman. Sesuatu yang diandalkan adalah “berkah atau tawasul kepada gurunya”, tanpa upaya untuk membuat berkah sendiri. Bila ia berguru pada sesama kyai, maka berkahnya hanya sebatas ilmu yang diberikan oleh gurunya itu. Bila ia berguru kepada seorang wali (kekasih Allah) atau tokoh sufi, maka berkahnya dapat meluas mencapai tingkat ma'unah, sehingga dapat memberikan berkah kepada kyai-kyai yang di bawahnya, begitu seterusnya. Gambaran tingkat keyakinan golongan kyai ini dapat digambarkan sebagai berikut:
(1) Tahap Ilmu Yakin Para Kyai
Ilmu yakin para kyai berdimensi ganda. Baik mencakup ilmu dhohir maupun ilmu bathin (tasawuf) dilalui lewat proses belajar dengan kyai atau kepada para wali atau ulama (tokoh sufi). Batasan keyakinan terhadap ilmu adalah sebatas apa yang ia terima dari gurunya. Kecondongan biasanya pada kitab-kitab klasik yang membahas masalah ilmu tafsir, hadist, bahasa Arab, tauhid, fikih, tasawuf dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diperoleh diyakini sebagai suatu ilmu yang sudah mutlak benar, tanpa protes. Keyakinan terhadap ilmu-ilmu tadi adalah sejauhmana dapat dikuasai dan mampu mengajar kepada masyarakat. Ilmu yang diperoleh harus dan tidak boleh menyimpang. Pemahaman tentang Tuhan, manusia dan alam diperoleh bukan dari proses mencari, merenung dan tafakkur, tapi semata-mata terpaku pada dalil-dalil dalam kitab yang telah dipelajari. Orang sudah dikatakan berilmu bila ia sudah menguasai dan menghafal dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an dan hadist.
(2) Tahap Ainul Yakin Para Kyai
Kyai mencapai tahap ainul yakin, bila ilmunya telah bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Seperti punya pondok pesantren dengan jumlah santri yang banyak, punya majelis dzikir, mampu menarik masyarakat untuk mengikuti ajarannya, diakui identitas dirinya oleh masyarakat, berhasil mentransferkan ilmu kepada para santrinya, dan sebagainya.
(3) Tahap Haqqul Yakin Para Kyai
Kyai mencapai tahap haqqul yakin, bila usahanya dalam mengajarkan ilmu mendapat “satu anugerah khusus” atau “maunah” dari Allah. Bentuk maunah itu dapat berupa berkah bagi santrinya atau dalam bentuk yang lain. Seperti dengan ketekunan ia mengabdi pada santri, maka “dilapangkan oleh Allah rizkinya”. Senantiasa sehat, tenang, lapang dada dan syukur. Semua anugerah itu dianggap sebagai “pertolongan Allah”. Mengganggap ilmunya telah bermanfaat sehingga wajar mendapat pertolongan Allah. Yakin betul bahwa Allah akan menjaga dan memberi perlindungan pada dirinya.
II. Tingkat Keyakinan Golongan Menengah
Golongan menengah ini adalah golongan para sahabat nabi, ulama dan para waliyullah. Tingkat keyakinan mereka ini tidak sama dengan golongan awam. Ketiga golongan ini tidak mudah untuk mengukur derajat ketinggian keyakinan mereka. Sebab satu dengan yang lain mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri yang sangat rahasia dan pribadi.
A. Sahabat Nabi
Khusus para sahabat nabi mereka tidak diragukan lagi tingkat keyakinannya., sebab mereka adalah teman dekat dan pembantu nabi. Pada diri mereka sudah terintegrasi sedemikian rupa antara ilmu yakin, ainul yakin dan haqqul yakin. Ilmu yang mereka peroleh langsung dari nabi dan memprakteknya pun bersama nabi. Jika ada kesalahan dalam prilaku dan keyakinan (iman) mereka, maka nabi yang meluruskan. Derajat keyakinan mereka pada Allah di bawah derajat keyakinan nabi. Maka kita terlalu dhoif untuk menilai dan memberi kreteria khusus kepada mereka. Mereka tidak lagi terikat pada aspek dhohir maupun bathin. Keyakinan mereka pada Allah melampaui batas keyakinan yang dimiliki oleh para ulama dan waliyullah. Mereka telah mengalami dan melihat langsung bagaimana proses wahyu diturunkan. Yakin dan cintanya mereka pada Allah sebagaimana yakin dan cintanya mereka pada Rasulullah SAW.
B. Ulama dan Waliyullah
Tingkat keyakinan ulama dan waliyullah berada di bawah tingkat keyakinan para sahabat Nabi. Antara ulama dan waliyullah satu adanya tetapi berbeda dalam ucapan. Ulama artinya' orang-orang yang dianugerahkan beragam ilmu atau pemahaman keagamaan oleh Allah kemudian mengamalkan ilmu itu sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Seorang dikatakan ulama bila menguasai dan berprilaku sesuai Al-Qur'an dan hadits. Mereka adalah pewaris para Nabi yang lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia seisinya. Paling dekat dan takut melangggar perintah Allah. Sedangkan waliyullah adalah dimana kedudukan atau derajat diberikan Allah lantaran kedekatan (taqarrub) hamba tadi pada Allah. Siapa saja dapat diangkat Allah menjadi waliyullah (kekasih-Nya). Bisa dari kalangan ulama dan kalangan hamba biasa. Ulama dapat menjadi seorang waliyullah, dan waliyullah pun dapat menjadi ulama. Ulama yang diangkat menjadi waliyullah atau waliyullah yang diangkat menjadi ulama akan berprilaku seperti manusia biasa, hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan membimbing masyarakat untuk taat pada Allah. Sementara waliyullah yang tidak berpredikat sebagai ulama ia hidup tak menentu, kadang-kadang bersama dan kadang-kadang sendirian. Ia bertindak bebas dari norma-norma masyarakat, tanpa terikat waktu dan tempat dan tidak jarang berprilaku aneh yang irrasional.
III. Tingkat Keyakinan Golongan Elite
Golongan elite adalah golongan kelas atas yang paling dekat dengan Allah, yaitu para Nabi dan Rasul. Mereka adalah manusia biasa tetapi mendapat mukjizat atau wahyu langsung dari Allah. Mereka adalah wakil-wakil Allah di muka bumi yang mangajak manusia bertauhid. Antara Nabi dan Rasul ada perbedaan. Nabi adalah mendapat wahyu hanya untuk dirinya sendiri, sementara Rasul mendapat wahyu sebagai ajaran untuk dirinya sendiri juga untuk para umat manusia. Seorang Nabi belum tentu Rasul. Tetapi seorang Rasul sudah jelas Nabi. Jika Nabi tidak punya umat, tetapi Rasul punya umat. Diantara para Rasul ada perbedaan. Ada yang istimewa ada juga yang sangat teristimewa. Tergantung iradah Allah. Rasul yang wajib diyakini ada 25 orang sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an. Diantara 25 orang ada yang istimewa sebanyak 5 orang, yaitu Muhammad SAW, Ibrahim, Musa, Isa dan Daud. Yang mendapat kedudukan sangat teristimewa hanya satu, yaitu Muhammad SAW. Beliau diutus bukan hanya untuk satu kaum, tetapi seluruh umat manusia, termasuk jin. Tidak ada Nabi dan Rasul sesudah Nabi Muhammad SAW. Semua ajaran Allah untuk manusia sudah selesai. Umat manusia hanya tinggal mempraktekkan semua apa yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul Muhammad SAW.
Kemudian bagaimana tingkat dan proses keyakinan bagi para Nabi dan Rasul ini? Karena Nabi dan Rasul adalah para utusan Allah di muka bumi, maka mereka mendapat keyakinan bukan sebagaimana layaknya manusia biasa. Keyakinan yang diberikan Allah adalah keyakinan murni langsung dari Allah. Akan tetapi proses keyakinan dan Rasul ini? Karena Nabi dan Rasul adalah para utusan Allah di muka bumi, maka mereka mendapat keyakinan bukan sebagaimana layaknya manusia biasa. Keyakinan yang diberikan Allah adalah keyakinan murni langsung dari Allah. Akan tetapi proses keyakinan itu sedikit banyak mempunyai tahapan-tahapan tertentu, meskipun tahapan itu bukan hasil murni dari usahanya. Secara garis besar tahapan tingkatan keyakinan para Nabi dan Rasul tertuju kepada tiga obyek, yaitu: manusia, alam dan Allah SWT. Dan masing-masing obyek dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu ilmu yakin, ainul yakin dan haqqul yakin. Hasil dari proses tahapan itu dapat dijadikan suri tauladan untuk dilakukan oleh manusia dalam menuju Allah.
A. keyakinan pada Manusia
Maksud keyakinan para Nabi dan Rasul pada manusia disini bukan 'menyembah' manusia, tetapi manusia merupakan sarana untuk proses mendekatkan dirinya pada Allah. Dalam proses itu melalui tiga tahap, yaitu ilmu yakin, ainul yakin dan haqqul yakin
(1) Ilmu Yakin Nabi dan Rasul pada Manusia
Setiap Nabi dan Rasul diberikan oleh Allah pemahaman dan pengertian tentang kondisi dirinya dan umatnya. Setiap Nabi dan Rasul diberikan ilmu oleh Allah baik secara langsung maupun lewat realitas kehidupan manusia. Nabi dan Rasul tidak ada yang bodoh, Semua Nabi dan Rasul adalah pintar, cerdas, yang jauh melebihi dari kecerdasan manusia biasa. Mereka diberi ilmu bagaimana mengatur manusia .Baik ilmu pemahaman tentang berdakwah, ideologi, politik, ekonomi maupun sosial budaya. Bahkan juga diberi diberi pemahaman tentang watak-watak manusia, baik yang beriman maupun kafir, dzolim maupun tidak, munafik atau sungguh-sungguh beriman. Semua itu diperoleh baik secara langsung ataupun melalui manusia lainnya. Setiap ilmu hanya bertujuan untuk bertauhid pada Allah. Tidak ada ilmu yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul menyimpang dari tujuan selain Allah.
(2) Ainul Yakin Nabi dan Rasul pada Manusia
Tingkatan ainul yakin para Nabi dan Rasul pada manusia adalah dapat dilihat dari kehadiran dan ilmu yang dimilikinya diterima oleh manusia. Tingkat kebenaran ilmunya dapat dibuktikan secara nyata dan dapat diuji kebenarannya. Apa yang diprediksi para Nabi dan Rasul, baik cepat atau lambat pasti akan terjadi, hanya saja kadang-kadang manusia kurang menerima dan mempercayai apa yang dikatakan oleh mereka. Ucapan Nabi, seperti ucapan Nabi Nuh, Musa, Khidir, Muhammad SAW semuanya terbukti, nyata adanya dan tidak dapat dipungkitri.
(3) Haqqul Yakin Nabi dan Rasul pada Manusia
Haqqul yakin para Nabi dan Rasul kepada manusia dapat dilihat dan dibuktikan oleh mereka terhadap kondisi manusia, antara lain: melihat misi dakwahnya berhasil, sehingga umat manusia menjadi beriman dan mengagungkan nama Allah. Melihat umat yang beriman diberi pertolongan langsung oleh Allah, sementara yang ingkar diazab dan dihukum Allah. Melihat kesetiaan para sahabatnya yang begitu tinggi (mengorbankan harta dan jiwa mereka) demi mengagungkan ajaran yang dibawahnya. Dapat melihat langsung tentang derajat yang diberikan oleh Allah kepada para pengikutnya, baik sahabat atau umat yang lain yang telah mempercayai kehadirannya dirinya.
B. Keyakinan pada Alam
Untuk proses pemahaman, para Nabi dan Rasul telah memanfaatkan alam sebagai salah satu sarana untuk mencapai ke puncak keyakinan, baik ilmu yakin, ainul yakin maupun haqqul yakin
(1) Ilmu Yakin para Nabi dan Rasul pada Alam
Tidak ada para Nabi dan Rasul yang tidak mempunyai pemahaman tentang alam, baik alam sekitar dirinya maupun diluar dirinya. Semua Nabi diajarkan oleh Allah tentang bagaimana hakekat alam baik bumi ataupun langit, bahkan melebihi dari itu semua, seperti alam-alam abstrak (alam gaib). Bagi Nabi dan Rasul, alam diciptakan tidak ada yang sia-sia, semua bermanfaat dan mengandung hikmah sebab alam diciptakan agar manusia dapat mengambil pelajaran. Langit, bulan, bintang, matahari, tanah air, api, dan udara menjalani fungsinya masing-masing, dan para Nabi dan Rasul mengerti tentang hal itu. Langit, bulan, bintang, matahari, tanah air, api, dan udara serta lainnya dapat dijadikan oleh para Nabi dan Rasul sebagai sumber ilmu pengetahuan, dan dapat diuji kemanfaatan bagi dirinya dan orang lain.
(2) Ainul Yakin para Nabi dan Rasul pada alam
Ainul yakin para Nabi dan Rasul kepada alam, adalah dengan lewat alam jagat raya (bumi dan langit) dapat membuahkan manfaat bagi dirinya menuju Allah. Melihat hamparan langit-bumi membuktikan bahwa alam ini ada yang membikin dan menciptakan. Melihat matahari yang tidak bisa didekati membuktikan bahqwa matahari bukan bikinan manusia. Bencana alam datang silih berganti (badai,topan,gunung meletus) yang memporak-porandakan, manusia ternyata hanya bisa terdiam dan pasrah. Kekerinngan dan banjir telah membuat kerugian dan kelaparan. Semua kejadian tadi bagi para Nabi dan Rasul adalah membuktikan bahwa alam ini ada yang mengatur, yaitu Allah.
(3) Haqqul Yakin para Nabi dan Rasul pada Alam
Bagi para Nabi dan Rasul semua peristiwa alam tidak hanya membuktikan kebenaran bahwa di balik semua kejadian itu ada “Yang Mengatur”, tetapi alam itu sendiri dapat dijadikan sebagai teman untuk membuktikan bahwa manusa dan alam pada hakekatnya adalah satu adanya, sehingga para Nabi dan Rasul dengan izin Allah dapat saja merekayasa alam sesuai yang diinginkannya. Seperti, Nabi Muhammad SAW dapat membelah bilan dan mendoakan gunung uhud menjadi emas, meskipun mustahil menurut akal. Matahari dan bulan tunduk kepada Nabi Yusuf. Nabi Sulaiman dpat memindahkan kerajaan Ratu Bulkis. Nabi Daud dapat berbicara dengan alam. Nabi Ibrahim merasa dingin saat dibakar. Nabi Musa dapat menaklukkan laut atas izin Allah. Dan sebagainya.
C. Keyakinan pada Allah
Selanjutnya para Nabi dan Rasul mempunyai keyakinan pada Allah melebihi keyakinan mereka pada manusia dan alam. Bila keyakinannya pada realis manusia dan alam sebagai sarana untuk menuju Allah, tetapi keyakinan pada Allah sendiri merupakan puncak dari segala keyakinan dan satu-satunya hakekat yang ingin dicapai. Untuk mencapai kepuncak keakinan itu, juga tidak terlepas dari tahapan ilmu yakin, ainul yakin dan haqqul yakin.
(1) Ilmu Yakin para Nabi dan Rasul pada Allah
Dibanding dengan para sahabat Nabi, Ulama ataupun Waliyullah, para nabi dan Rasul lebih mengerti ilmu tentang Allah SWT.Tingkatan ilmu tentang Allah melebihi apa yang dibayangkan oleh manusia pada umumnya. Ilmu tentang Allah (ilmu keTuhanan ) mencakup dua dimensi, baik pengetahuan tentang Allah yang ditampakkan dialam riil (alam nyata) maupun alam abstrak (tidak nyata). Pengetahuan mereka tentang Allah dapat melalui proses usahanya (mengambil pelajaran dari alam) maupun lewat pengajaran langsung dari Allah tanpa dipengaruhi oleh hawa nafsu atau syetan, dan kebenaran ilmu tentang ketuhanan itu sudah mutlak benar dan tidak perlu disangsikan. Berbeda sekali dengan para Ulama atau Wali, meskipun mereka juga dapat memperoleh pengetahuan langsung tentang ketuhanan, namun nilai kebenarannya perlu dikaji kembali, karena Ulama atau Wali masih besar kemungkinan dapat dipengaruhi oleh hawa nafsu atau syetan. Secara umum ilmu yakin para Nabi dan Rasul terpancar dalam asma' Allah. Kemudian dari asma' Allah ini para Nabi dan Rasul memahami tentang Allah.
(2) Ainul Yakin para Nabi dan Rasul pada Allah.
Yakinnya para Nabi dan Rasul pada Allah, tidak saja dari asma' Allah yang Ia ketahui, tetapi mereka dapat melihat langsung bagaimana Allah menampakkan sebagian dari sifat dan asma'Nya dialam nyata. Pancaran dari sebagian asma' Allah dapat dibuktikan langsung oleh akal dan penglihatan mereka secara dzohir, begitu pula semua janji-janji Allah kepada mereka. Seperti melihat bumi digoncangkan, azab diturunkan, rezki disediakan, doa dikabulkan, manusia diberi hidayah, manusia disesatkan dan sebagainya. Disamping itu, tahapan ainul yakinnya mereka pada Allah juga dapat menerawang alam ghaib. Mereka diperlihatkan syurga, neraka, syirat, azab kubur dan bahkan singgasana Allah sendiri.
(3) Haqqul Yakin para Nabi dan Rasul pada Allah
Haqqul Yakin para Nabi dan Rasul adalah disaat terintegrasinya pengetahuan mereka tentang Allah dan penglihatan dzohir serta bathin tentang segala kebesaran Allah. Puncak dari segala pengetahuan dan penglihatan itu adalah mereka dapat berdialog, tanpa perantara. Inilah puncak dari segala hakekat keyakinan yang dimiliki para Nabi dan Rasul.
IV.Proses mencapai tingkat keyakinan
Untuk mencapai ke tingkat keyakinan yang sempurna membutuhkan proses panjang dengan melewati beberapa tahap, yaitu :
a.Tahap Pencarian
Setelah anak aqil baligh, untuk menuju takdir yang baik (selamat dunia akhirat), maka langkah pertama adalah menimba ilmu pengetahuan agama sebagaimana yang telah diajarkan oleh Allah kepada Nabi dan Rasul. Tahap pencarian merupakan proses awal yang harus dilakukan dengan niat teguh karena Allah. Bila salah meletakkan niat, maka proses belajar akan menjadi sia-sia dan tidak bermanfaat.Tahap pencarian dimulai dengan kerja keras tanpa putus asa. Yang dicari hanya satu, yaitu pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang ada dilangit dan bumi. Sikap 'taklid buta' sedapat mungkin dihindari,sebab bersikap seperti itu akan mengakibatkan proses belajar menjadi terhenti. Perlu diketahui, bahwa mereka yang melalui tahap pencarian ini adalah mereka yang termasuk golongan menengah (para Ulama dan Waliyullah), Bukan golongan awam. Mereka mencari bukan lewat taklid buta, melainkan usaha keras mendalami dan menghayati sehingga mendapat suatu kesimpulan.
b.Tahap Penemuan
Bagi yang bersungguh-sungguh dalam proses pencarian, maka ia akan menemukan sedikit banyak apa yang dia temui selama proses pencarian itu. Wujud temuan yang diperoleh antara lain tentang alam semesta, makna hakiki Al-Qur'an dan Hadist Nabi, menemukan lafadz dzikir maupun do'a. Tetapi semua yang ditemukan belum merupakan kepastian, masih meraba-raba, belum menjadi suatu keyakinan yang mendalam.
c. Tahap Perenungan
Proses perenungan adalah kelanjutan dari tahap penemuan sebelumnya. Obyek utama dari perenungan adalah menyaring semua apa yang telah ditemukan sebelumnya. Kerja keras hati, perasaan, dan otak dikerahkan. Merenung secara mendalam apa yang telah diperoleh. Pada tahap ini hati, perasaan dan otak jadi satu dalam rangka memilah-milah mana yang haq dan mana yang bathil. Obyek perenungan diutamakan pada diri sendiri, baru kemudian pada alam lain di luar diri pribadi, baik riil maupun abstrak.
d.Tahap Pembuktian
Apa yang telah direnungkan, belum bermakna kalau tanpa pembuktian. Maka tahap diperlukan pembuktian baik secara sendiri maupun berjamaah. Apa arti menemukan makna hakiki dari ayat-ayat Al-Qur'an kalau tidak dapat membuktikan secara dzohir dan bathin? apa artinya menyusun rangkaian dzikir kalau tidak bermanfaat membuka hijab menuju Allah? Apa artinya berdo'a kalau tidak dapat dibuktikan secara nyata? Jadi semuanya harus dibuktikan, baik pembuktian yang berkaitan dengan hal-hal nyata maupun abstrak. Mustahil mendapatkan keyakinan kalau tanpa bukti. Tidak dikatakan Ulama atau Waliyullah kalau dia tidak dapat membuktikan. Kadar pembuktian seseorang sangat tergantung kerja keras pada proses-proses sebelumnya. Perlu diketahui pembuktian yang benar dan haq adalah pembuktian yang sejalan dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi, serta hasilnya nyata dan tidak diragukan.
e. Menemukan Keyakinan
Setelah semuanya atau senagian dibuktikan, maka baru muncul keyakinan, tanpa tergoyahkan. Dimana secara ilmu yakin bahwa ilmu yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Secara ainul yakin, nyata adanya karena dapat dilihat secara lahir bathin. Kemudian secara haqqul yakin kebenarannya mutlak dan tidak dapat dipungkiri. Inilah iman (keyakinan) yang sebenar-benarnya kepada Allah. Inilah puncak ketenangan, kebahagiaan dan kesempuranaan sejati.